Selasa, 22 September 2015

Cell Regeneration

Menurut buku yang akan Saya baca, kesembuhan seseorang juga sangat dipengaruhi oleh sugesti. Selain obat, terapi dan saran dari nenek, sugesti dan keyakinan orang untuk sembuh juga sangat berpengaruh terhadap proses kesembuhan. Gak tau berapa persen pastinya, yang jelas ada pengaruhnya. Belum bisa di pastikan lewat penelitian, karena sugesti itu hal ghaib jadi ga bisa diteliti. Mungkin karena WHO gak punya dukun untuk menelitinya.

Kenapa sugesti berpengaruh terhadap proses kesembuhan?

Menurut penelitian yang belum Saya lakukan, sugesti untuk sembuh akan menimbulkan energi-energi positive dalam pikiran yang akan melancarkan metabolisme dalam tubuh. Hal ini akan me-regenerasi sel-sel yang rusak dan di ganti dengan sel-sel baru. Nah, hal-hal ini lah yang akan membantu mempercepat proses kesembuhan. Begitu ilmiah dan sok tau. Intinya sugesti dan keyakinan untuk sembuh itu penting. Udah percaya aja deh.

Namun sugesti juga harus di dasari usaha yang benar dan logis. Misalnya orang sakit panas dan minum paracetamol. Lalu yakin akan sembuh. Ini sugesti dengan cara yang benar dan masuk akal. Beda dengan orang yang sakit batuk dan tenggorokannya gatal lalu orang ini makan bedak gatal. Dengan logika bahwa bedak tadi akan menghilangkan jamur di tenggorokan. Dengan sugesti yang kuat, orang ini yakin sembuh. Yakin aja abis ini bakal masuk UGD.

Sugesti, cara dan logika ini harus menjadi satu kesatuan. Tidak boleh terpecah belah. Harus berjalan seksama dan mengamalkan sila ke-3 yaitu persatuan. Jika tidak maka akan terjadi kesalahan bahkan bisa mencelakai pasien. Ini sudah menjadi sebuah peraturan yang harus di patuhi.

Pada kenyataannya, ada orang-orang yang melanggar aturan ini tapi tetap sehat. Mereka adalah orang awam atau orang desa. Atau kita jadikan satu aja, karena orang desa biasanya awam. Ga semua sih cuma sebagian besar aja. Karena sebagian kecilnya sudah merantau ke kota dan jadi orang kota yang tidak lagi berpikiran awam. Jadi dapat di simpulkan orang desa adalah orang awam soal kesehatan.

Tapi tidak disangka. Ke-awaman mereka telah merusak system tatanan dunia kesehatan. Mereka seperti punya peraturan sendiri. Seakan-akan mereka hidup di alam lain. Mereka punya kepercayaan sendiri dalam hal kesehatan. Mereka membuat cara-cara tersendiri dalam hal-hal medis. Mereka tidak percaya kepada ketua WHO, gak peduli menteri kesehatan. Yang mereka percaya adalah nenek moyang. Ya mungkin nenek moyang nya dulu adalah ketua WHO.


Sebagai contoh orang-orang yang punya tatanan dunia kesehatan sendiri adalah orang Madura. Suku yang sulit di bedakan antara teguh atau keras kepala. Saking teguhnya mangkanya jadi keras kepala, atau saking keras kepala nya mangkanya jadi teguh. Keteguhan yang keras kepala.

Salah satu contoh sugesti yang berlogika benar namun melanggar aturan adalah cara orang Madura dalam mengobati luka. Jika ada anak kecil yang jatuh dan kaki nya luka, maka orang tuanya akan mengoleskan minyak tanah ke bagian lukanya.

Awalnya Saya pikir luka nya di kasih minyak tanah lalu dibakar. Dengan logika panasnya api akan menghilangkan rasa sakit yang akan berpindah menjadi rasa panas lalu timbul rasa menyesal karena malah timbul luka bakar. Ternyata tidak. Logika nya adalah minyak tanah tadi adalah bahan kimia yang di anggap akan membunuh kuman. Karena kuman akan mati terkena minyak tanah dan luka yang bersih dari kuman akan cepat sembuh. Itu saja logikanya.

Tanpa peduli infeksi dan benar atau tidak nya logika. Kenyataannya lukanya sembuh. Ternyata sugesti bukan cuma kekuatan keyakinan, tapi sepertinya bisa menimbulkan keajaiban. Orang Madura mematahkan ilmu pengetahuan. Menemukan sebuah penemuan baru. Penyembuhan luka dengan minyak tanah. Harusnya ini dapat penghargaan Nobel. Kategori Pengobatan Ekstrim.

Saya gak tau apa sebenarnya hubungan antara kandungan minyak tanah dan kesembuhan luka. Saya juga gak tau gimana asal-usulnya. Mungkin dulu ada orang Madura yang lagi memperbaiki kompor terus ketumpahan minyak tanah di bagian yang terkena luka. Tapi karena terlalu teguh dalam memperbaiki kompor sehingga lupa membersihkannya. Dan ternyata lukanya malah sembuh.

Mungkin kalo Madura menjadi negara penghasil minyak, minyak tanah akan di bagi-bagikan gratis untuk berobat. Pom bensin akan berjualan minyak tanah sebagai ganti apotik. Akan ada minyak tanah paten dan minyak tanah generik. Kalo ada orang kecelakaan gak dibawa ke UGD, tapi ke pom bensin untuk mendapatkan pertolongan pertama dan terakhir.

Pada bulan juli tahun 2012, Saya melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) selama 1 bulan di Madura. Di Fakultas Kesehatan kampus Saya, ada 5 jurusan. S1 Keperawatan, S1 Psikologi, D3 Keperawatan, D3 Kebidanan dan D3 Analis Kesehatan. Saat itu yang kebagian PKL hanya 3 jurusan yaitu D3 Keperawatan, D3 Kebidanan dan D3 Analis Kesehatan.

Dari 3 jurusan itu di gabung menjadi satu dan di pecah jadi 12 kelompok. Masing-masing kelompok ada 14-15 orang terdiri dari 4 D3 Keperawatan, 3 D3 Anaslis Kesehatan dan 7-8 D3 Kebidanan.

Saya kebagian PKL di Desa Bajeman, Kecamatan Tragah, Kabupaten Bangkalan. Daerah yang penuh dengan orang awam. Daerah ini juga kesulitan air. Beberapa rumah          harus membeli dari PDAM. Ada juga yang harus nimba ke sumur. Beruntung kami waktu itu tinggal di rumah kepala desa. Fasilitas sudah cukup memenuhi. Air pake pompa air jadi ga usah nimba di sumur.

Kelompok Saya terdiri dari anak-anak manja yang menganggap hidup di desa seperti ini adalah kesempatan untuk belajar mandiri. Mereka ga setuju tinggal di rumah kepala desa karena di anggap terlalu enak. Mereka minta pindah kerumah kosong punya saudara pak kepala desa. Disitu rumahnya lebih sempit dan air harus nimba di sumur. Anak laki-laki di kelompok Saya cuma ada 4. Jadi tiap pagi 4 anak laki-laki ini harus romusa nimba air untuk memenuhi kebutuhan masak, cuci dan mandi.

Ini PKL udah kayak latian berumah tangga. Saya pun mengajukan keberatan. Dengan alasan sungkan sama kepala desa kalo harus minjem rumah saudaranya. Walaupun sebenernya alasan utama Saya adalah malas menimba air pagi-pagi. Akhirnya musyawarah di adakan. Saya sebagai ketua harus berat sebelah pada saat itu. Hanya anak laki-laki aja yang ga setuju pindah.

Setelah di polling akhirnya 11 suara setuju pindah dan 4 suara setuju tetap. Dengan berat hati akhirnya keputusan di ambil. Pindah. Terlihat mata para anak laki-laki berkaca-kaca membayangan di pagi hari yang dingin harus menimba air untuk kebutuhan 11 istri simpanan.

Akhirnya di hari kami akan pindah. Ibu dari Pak Kepala Desa mencegah kami untuk pindah karena kasian nanti kami kesulitan air dan tidurnya sempit.

YEEESSSS!!!!!!

Teriak anak laki-laki (dalam hati). Anak-anak perempuan pun terlihat kecewa karena kesempatan mereka untuk belajar mandiri hilang. Sebagai ketua yang bijak dan malas nimba air, Saya langsung mengumpulkan teman-teman dan memberi nasihat.

“Hai teman-teman. Belajar mandiri itu gak cukup hanya sebulan hidup susah. Kalo kita pindah itu bukan belajar mandiri, tapi menyusahkan diri. Belajar mandiri bukan seperti itu caranya. Kalian harus merasakan kelaparan di kosan. Makan nasi lauk nya krupuk dan kecap. Minum harus menadah air hujan buat dimasak. Itu baru belajar mandiri. Bukan kita yang membuat situasinya, tapi situasi apapun yang terjadi harus bisa kita lewati”

Tampak wajah para anggota kelompok kembali bersemangat. Segera kami melanjutkan kegiatan dan menjalankan program selama ada disana. Salah satu program kami selama berada disana adalah mengadakan bakti sosial. Dimana kami akan mengadakan medical chek up, konsultasi, posyandu dan pembagian obat gratis.

Kami yakin akan sangat mudah mengajak orang-orang desa untuk di berikan pengetahuan dan pengobatan gratis karena mereka senang dengan manfaat yang akan di dapatkan. Tapi ternyata ga semudah itu. Mengajak orang desa untuk datang ke baksos sangat sulit. Sedikit lebih sulit dari ngajak orang pindah agama.

Saat kami berkeliling kampung mendata warga, kami memakai blazer almamater. Warga desa menatap kami dengan pandangan aneh. Mereka ga tau kalo kami mahasiswa kesehatan yang sedang mendata warga. Bahkan ada satu rumah yang kami mau data. Saat kami mengucapkan salam ada seorang Ibu keluar memberikan uang. Mereka menganggap kami mau minta sumbangan. Mungkin karena kami membawa map. Setelah kami jelaskan baru lah Ibu itu mengerti.

Setelah 3 hari yang penuh dengan ujian kesabaran dan proses negosiasi yang berat, akhirnya kami selesai mendata dan mengajak warga untuk datang ke baksos. Kami antusias para warga akan datang. Selain pengobatan dan cek kesehatan gratis, ada juga posyandu bagi ibu dan anak. Dan untuk menarik minat warga kami membagikan susu dan biscuit bagi warga yang hadir. Sebenarnya saya sempet kepikiran untuk nge-DM pin BBM kepada ibu-ibu yang hadir sebagai souvenir jika mereka mau hadir. Tapi rasanya susu dan biscuit sudah cukup menarik antusias warga.

H-1 acara baksos sempat ada gangguan. Di malam hari ada orkes dangdut di desa kami. Yang hadir ratusan orang. Kami khawatir warga akan lebih antusias nonton dangdut dan melupakan kalo besok harus hadir ke baksos. Dan ternyata benar. Saat hari H baksos, warga yang hadir tidak seramai yang di harapkan. Kalah sama jumlah penonton orkes dangdut tadi malam.

Mungkin lain kali kami harus mengadakan bakdut (bakti dangdut). Orkes dangdut berkolaborasi dengan bakti sosial kesehatan. Jadi nanti biduan nya teriak.

“Woy penonton, mana suaranyaaa”
“Berapa tensinyaaaa”
“Ayo suntik dulu, buka baju nya, buka dikit joss”

Meskipun warga yang hadir tidak sebanyak perkiraan kami, namun kami tetap semangat. Kami juga sudah memprediksi akan menghadapi warga-warga tatanan dunia baru yang sulit menerima ilmu kesehatan yang benar. Banyak warga yang ga bisa bahasa Indonesia. Keadaan jadi makin sulit karena mahasiswa di kelompok kami yang berasal dari Madura hanya 3. Sisanya berasal dari jawa dan tidak bisa bahasa Madura. Jadi kami bertiga yang menjadi penerjemah. Keselamatan warga kampung itu tergantung pada kami bertiga. Karena jika salah terjemah bisa terjadi malpraktek nantinya.

Teman-teman yang bertugas di bagian konsultasi adalah yang paling berat. Selain kesulitan bahasa, biasanya para lansia sangat sulit di ajak konsultasi. Salah satu contohnya seorang Ibu-ibu yang punya asam urat tinggi.

“Bu, ini asam urat sampeyan tinggi, jangan banyak makan garam ya”
“Wah kalo ga makan garam bukan orang Madura mas” sahut ibu itu tegas
“Emangnya apa aja Bu yang di kasih garam?”
“Ya sayur, ya telur ya nasi juga di kasih garam, Mas”

Pulau Madura memang disebut sebagai pulau garam karena banyak daerah penghasil garam di Madura. Saya yakin ibu ini memegang teguh prinsip untuk menjadi orang Madura sesuai sebutan nya. Jadi apapun yang dimakan akan dikasih garam. Untung Madura tidak dikenal sebagai daerah penghasil Nuklir. Bisa-bisa ibu ini bikin rawon kuah uranium.

Sebuah fakta yang mencengangkan juga ditemukan di daerah itu. Ternyata anak-anak bayi berumur di bawah 6 bulan sudah diberi makan pisang. Secara medis, anak seusia itu ususnya belum siap mencerna makanan yang berserat dan sulit dicerna seperti pisang dan nasi. Jika hal ini dilakukan maka bisa beresiko tinggi menyebabkan gangguan pencernaan, diabetes dan alergi usus karena belum siap menerima makanan.

Tapi semua itu tidak berlaku bagi orang Madura. Seorang Bapak bahkan menuturkan kalo anak-anak sudah berusia 6 bulan sudah makan pisang lebih dari satu sisir. Dan ajaibnya nothing happen. Anak-anak warga disitu sehat. Ajaib. Madura seperti tidak terikat peraturan alam pada umumnya. Kekuatan sugesti sekali lagi membuktikan kalo yakin ga terjadi apa-apa ya beneran ga terjadi apa-apa. Logika dan teori kesehatan terpatahkan oleh keyakinan (keras kepala) orang Madura

Satu lagi bukti bahwa sugesti merupakan obat yang ampuh adalah soal suntik. Orang awam beranggapan bahwa berobat adalah di suntik. Kalo ga di suntik belom di obati. Kadang juga ada yang minta di suntik dua kali. Faktanya, secara medis obat suntik hanya bekerja beberapa persen. Tapi secara sugesti orang awam ngerasa di suntik merupakan obat terbaik. Setelah disuntik rasa sakit dibagian yang disuntik justru merupakan pemicu rasa segar. Gak masuk akal tapi mereka memang merasa lebih baik.

Percaya tidak percaya, sugesti memang terbukti membantu proses penyembuhan. Pikiran positif akan mengaktifkan regenerasi sel yang rusak di dalam tubuh. Yakin lah akan kesembuhan penyakit yang Anda alami. Yakin dan percaya juga harus dibarengi dengan usaha yang benar dan sesuai logika. Jangan contoh orang Madura. Saya yakin Tuhan Maha Tau. Tuhan mengerti kalo orang Madura keras kepala mangkanya diberikan dispensasi.


Stay positive. Stay healthy.